Formulir Kontak

 

Makalah Qadha Dan Qadar

BABA I
PENDAHULUAN

Qada’menurut bahasa artinya Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran. Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. Dalil kebenaran adan
ya Qada dan Qadar. Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:

1. Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun (356 hari) air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es matahari terbit disebelah timur dan tenggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya.

2. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat. dan sebagainya. Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya. Berikut ini adalah Makalah tafsir ayat-ayat Al Qur’an mengenai Qada dan Qadar :


BAB II
PEMBAHASAN

Tafsiran Ayat-ayat Al Qur’an Tentang Qada dan Qadar

1.Surah Ali 'Imran 145 dan 185 a. Surah Ali 'Imran 145

145. sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

Pada ayat 145 ditandaskan bahwa kematian merupakan kepastian yang tidak akan bisa dihindari. Oleh karena itu, di akhirat kelak akan nampak siapa yang berjuang untuk dunia siapa pula yang berjihad untuk akhirat. Dalam peperangan, akan ada yang gugur, ada pula yang menang. Yang berperang demi akhirat, menang atau pun gugur, akan meraih paha di aklhirat.

Persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya. Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekadar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya. maka balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Salah satu dari alasan terpenting lain dari perang adalah memelihara jiwa dari bahaya mati. Alangkah banyak lelaki tua yang pergi berperang dan kembali dalam keadaan selamat dan betapa banyak pemuda yang lain dari perang, namun di belakang front, mereka mengalami kecelakaan dan mati.

Al-Quran kemudian menyoroti motivasi sebagian orang dalam berperang dan berkata, "Ada sekelompok orang pergi berperang dengan motivasi mengumpulkan harta benda dan mendapatkan bagian Baitul Mal. Sementara ada juga yang melakukannya untuk Allah dengan motivasi memperoleh pahala akhirat atau syahadah, dimana mereka ini akan sampai kepada apa yang dikehendakinya

Kesimpulan Dari ayat tadi yaitu:

1.Dengan lari dari perang seseorang tidak dapat lari dari kematian. Tidak berarti yang pergi ke medan tempur pasti mati dan yang berada di rumah tetap hidup.

2.Kematian bukan ada ditangan kita. Namun motivasi perbuatan ada di tangan kita. Daripada menjadikan dunia fana ini sebagai tujuan kita, maka kita jadikan alam akhirat sebagai tujuan. Karena kematian merupakan permulaan kehidupan akhirat bukannya akhir.

2. Surah Ali 'Imran 185

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. 3:185)

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati dan di hari kiamat nanti itulah disempurnakan balasan masing-masing yang baik dibalas dengan yang baik, yaitu surga dan yang buruk akan dibalas dengan yang buruk pula yaitu neraka, sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang Artinya: Kubur itu adakalanya merupakan taman dari taman-taman surga, atau merupakan jurang dari jurang-jurang neraka. (H.R. Tirmizi dan Tabrani)

Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, dialah yang berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan di atas, baiklah kita perhatikan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut: Artinya: Barangsiapa ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia mati di dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan supaya ia berbuat kepada manusia seperti yang ia sukai diperbuat orang kepadanya. (H.R. Ahmad)

Kehidupan di dunia ini tiada lain kecuali kesenangan yang memperdayakan. Kesenangan yang dirasakan di dunia ini berupa makanan, minuman, pangkat, kedudukan dan sebagainya, pada umumnya memperdayakan manusia. Disangkanya itulah kebahagiaan, maka tenggelamlah ia padanya. Padahal kalau manusia itu kurang pandai mempergunakannya, maka kesenangan itu akan menjadi bencana yang menyebabkan kerugian di dunia dan di akhirat kelak mendapat azab yang pedih.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir

Allah SWT. memberitahukan kepada semua makhluknya secara umum. bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Perihalnya sama dengan firman Allah SWT. yang mengatakan:

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetap kekal Zat Tuhan- mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26- 27)

Hanya Dia sendirilah yang Hidup Kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia semuanya mati, begitu pula para malaikat umumnya dan para malaikat pemangku Arasy. Hanya Allah sematalah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa Yang Kekal Abadi. Dengan demikian, berarti Allah Yang Mahaakhir, sebagaimana Dia Maha pertama (Akhirnya Allah tidak ada kesudahannya dan Permulaan Allah tidak ada awal- nya, pent.). Ayat ini merupakan belasungkawa kepada semua manusia, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pasti mati.Apabila masa telah habis dan nutfah yang telah ditakdirkan oleh Allah

keberadaannya dari sulbi Adam telah habis, serta se- mua makhluk habis, maka Allah melakukan hari kiamat dan membalas semua makhluk sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.

Menurut Tafsir Al-Maraghi

Setiap individu pasti mencicipi rasa roh meninggalkan badan, dan akan merasakannya sendiri. Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa roh itu tidak mati sekalipun jasadnya mati.Sebab orang yang mencicipi disini masih tetap ada sedangkan orang yang telah mati tidak dapat merasakannya.Karena, pencicipan itu adalah suatu perasaan yang tidak bisa dirasakan, kecuali oleh manusia hidup.

Tafsir Yusuf Ali

Dalam Tafsir ini dituliskan bahwa roh itu tidak akan mati, tetapi kematian jasad akan memberi rasa mati terhadap roh bilamana roh sudah terpisah dari jasad. Roh itu kemudian menyadari bahwa hidup ini tidak lain adalah suatu masa percobaan. Dan tampaknya adanya ketidak samaan itu kelak akan diperlakukan pada hari kiamat.

Kesimpulan dari ayat diatas adalah:

a. Yang dimaksud dengan “ setiap jiwa pasti akan mati” adalah hanya badan kita yang mati karena terpisah dari ruhnya.

b. Yang dimaksud dengan “kami akan menyiksa 2 kali” adalah siksa yang akan didapatkan oleh orang munafik di dunia dan di akhirat kelak.

2. Surah Al An’am

a. Surah Al An’am : 2

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisinya (yang dia sendirilah yang mengetahuinya) kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS. AL AN’AM :2)

Tafsirnya

Kemudian Allah swt. menghadapkan firman-Nya kepada orang-orang musyrikin yang mempersamakan Allah swt. dengan selain-Nya dalam peribadatan. Allah dalam ayat ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat. Dialah yang menciptakan manusia turunan Adam dari tanah yang basah. Setiap kejadian manusia tentulah mengandung unsur zat dari asal-usul kejadian induknya yang pertama yakni Adam a.s. Sifat-sat kejadian induk pertama itu tidaklah terbatas pada induk itu saja tetapi diturunkan kepada kesatuan jenisnya. Oleh karena itu penciptaan Adam a.s. dari tanah yang basah dapat juga dalam penciptaan untuk setiap turunannya.

Jika diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Manusia mula kejadiannya dalam rahim berupa nutfah (zygote), yaitu percampuran antara sel mani laki-laki "sperma" dengan sel telur dari ibu "ovum". Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah yang sudah bercampur itu mengembangkan dirinya ke dalam janin, kemudian keadaan itu berubah sampai menjadi bayi. Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam dan zat itu sendiri hakikatnya terdiri dari zat-zat unsur kimia yang mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan itu baik dari tumbuh-tumbuhan ataupun daging hewan tersusun dari zat unsur kimia yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada manusia atau hewan. Demikian dengan kodrat Allah swt. Yang Maha Besar, zat unsur kimia yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi bibit manusia.

Bilamana Allah swt. kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa pula Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri bukti nyata yang menunjukkan kodrat Tuhan untuk mengadakan hari berbangkit. Allah menentukan pula dua waktu untuk manusia yang tak dapat dilampauinya, yaitu waktu kematian dan waktu dibangkitkan dari kubur, sesudah kehancuran dunia. Waktu yang ditetapkan Tuhan untuk berbangkit itu tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Firman Allah SWT, yang artinya: Sesungguhnya pengetahuan

tentang hari kiamat ada pada sisi Tuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dari Dia.... (Q.S Al A'raf: 187)

Meskipun orang-orang musyrikin menyaksikan kejadian diri mereka dan terbatasnya umur mereka yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah swt. untuk menentukan hari berbangkit, namun mereka masih tetap ragu ragu. Seharusnya mereka dapat menarik kesimpulan dari kesaksian-kesaksian itu bahwa Yang Kuasa menciptakan zat-zat yang mati menghimpunkannya menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya, tentu Dia Kuasa pula menghimpunkan kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.

Pada ayat sebelumnya telah diketengahkan tentang kekuasaan Allah dalam menciptakan langit dan bumi. Ayat ini juga menyinggung penciptaan manusia dari segumpal tanah yang tak bernyawa dan mengatakan, hidup dan mati semua manusia ada di tangan Allah Swt. Lalu bagaimana mungkin manusia meragukan wujud Allah? Ayat ini menjelaskan dua ajal untuk umur manusia; pertama, ajal yang sudah ditentukan, dimana hanya diketahui oleh Allah Swt. Kedua, ajal yang belum ditentukan yaitu ajal yang tergantung pada kondisi kehidupan setiap orang.

Allah Swt telah menentukan kadar kemampuan bagi setiap orang. Bila telahselesai, maka umur manusia juga akan tiba, seperti lampu minyak yang akan padam ketika minyaknya habis.

Oleh sebab itu, betapa banyak orang yang umurnya lebih cepat berakhir, akibat tidak tidak memperhatikan kesehatan. Sama seperti contoh lampu minyak yang tidak dijaga dari terpaan angin kencang yang akan mematikan lampu itu seketika. Oleh karenanya, dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa selain memperhatikan perkara-perkara yang berhubungan dengan makanan dan kesehatan yang dapat menjadikan umur manusia panjang, juga disinggung mengenai perbuatan yang dapat memanjangkan atau memendekkan umur manusia. Sebagai contoh, bersilaturahmi merupakan unsur penting dalam memperpanjang umur manusia.

Kesimpulan dari ayat diatas adalah:

1.Kita tidak akan bisa berjalan di atas kehendak sendiri. Karena itu memulai kehidupan atau mengakhirinya bukan di tangan manusia. Dengan dasar ini meragukan hari kebangkitan merupakan hal yang tidak mungkin.

2.Sebagaimana kita hidup di dunia, Allah telah menciptakan undang-undang alam yang kokoh, rapi dan sempurna, dimana akhir setiap kehidupan makhluk- Nya berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut.

b. Surah AL An’am : 3

“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan Mengetahui (Pula) Apa Yang Kamu Usahakan.”(QS. 6:3)

Tafsirnya

Kemudian dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah Allah Yang disembah, Yang menerima doa dan harapan dari semua makhluk-Nya di langit dan di bumi. "Allah" ialah nama yang Maha Agung bagi Tuhan Rabbulalamin, sudah dikenal oleh Bangsa Arab sebelum Islam. Sebab bangsa Arab pada zaman Jahiliah, bila mereka akan menjawab "Allah", maka maksudnya ialah Tuhan Yang berhak disembah. Tuhan Yang mempunyai sifat-sifat yang mereka kenal itulah yang patut mereka sembah. Ayat lain yang sejalan dengan maksud ayat ini ialah firman Allah swt, Artinya: Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Q.S Az Zukhruf: 84)

Kedua ayat ini, yakni ayat ini dan ayat surah Zukhruf dengan jelas mengagungkan Allah karena kekuasaan-Nya menghidupkan kembali orang yang telah mati dan lebih-lebih karena kekhususan diri-Nya dalam mengetahui hari berbangkit dan keesaan-Nya dalam ketuhanan serta keesaan zat-Nya yang disembah di langit dan di bumi. Kepada Dia sajalah tujuan doa segala makhluk dalam alam semesta ini.

Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Dia mengetahui segala yang mereka rahasiakan atau yang mereka lahirkan, baik perkataan dan perbuatan mereka maupun gerak-gerik hati mereka, segala apa yang diusahakan oleh manusia, tidak luput dari pengetahuan Tuhan. Usaha yang baik akan diberi pahala usaha yang buruk akan diberi hukuman. Sangatlah sempurna perhatian Tuhan terhadap usaha manusia itu disebabkan hubungan usaha itu dengan balasan balasan-Nya. Setelah menyinggung kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan langit dan bumi serta manusia, ayat ini mengatakan, hanya Allah satu-satunya penguasa langit dan bumi, sedang penciptaan segala sesuatu di tangan Zat Yang Esa ini, berbeda dengan akidah yang tidak benar. Ayat ini juga menyinggung ilmu Allah yang tidak terbatas, yang mengetahui perbuatan dan sikap manusia yang terang-terangan maupun yang tersembunyi dengan mengatakan, Dia tidak saja pencipta kalian semua, tetapi Dia yang mengatur jagat raya ini sesuai dengan semua kondisi kalian. Karena itu jangan menyangka penciptaan kalian itu terlepas dari kondisi kalian. Karena itu kondisi kalian semua berada di bawah kontrol-Nya dan Dia Maha Mengetahui segala perkara kalian.

Dari ayat tadi dapat diambil kesimpulan:

Apabila kita beriman kepada ilmu Allah Swt, maka kita harus berhati-hati dalam setiap perbuatan kita. Keimanan ini dapat mencegah kita dari perbuatan jelek dan dapat memotivasi kita untuk melaksanakan perbuatan baik. . Langit dan bumi berbeda, tapi menurut ilmu Allah keduanya tidak berbeda. Begitu juga perbuatan yang dilakukan secara terang terangan atau tersembunyi tidak ada bedanya di sisi Allah.(IRIB Indonesia)

3. Surah At Taubah : 51

Katakanlah: `Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal`.(QS. 9:51)

Tafsir Mufradat

: Dialah Pelindung kami,

: harus bertawakkal

Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menjawab tantangan orang-orang munafik yang senang di kala beliau dan sahabat-sahabatnya ditimpa kesulitan dan bencana serta merasa sesak dada di kala beliau dan sahabat-sahabatnya memperoleh nikmat dengan ucapan: "Apa yang menimpa diri kami dan apa yang kami peroleh dan kami alami adalah hal-hal yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah swt., yaitu hal-hal yang telah tercatat di Lohmahfuz sesuai dengan sunah-Nya yang berlaku pada hamba-Nya, baik kenikmatan kemenangan maupun bencana kekalahan. Segala sesuatunya terjadi sesuai dengan kada dan kadar dari Allah swt. dan bukanlah menurut kemauan dan kehendak manusia mana pun.

4. a. Surah AL HADID : 22-23

22.Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. 57:22)

23.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,(QS. 57:23)

Ayat 22 ini menerangkan bahwa semua bencana dan malapetaka yang menimpa permukaan bumi, seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang menimpa manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah ditetapkan akan terjadi sebelumnya dan tertulis di Lohmahfuz, sebelum Allah SWT menciptakan makhluk Nya. Hal ini berarti tidak ada suatupun yang terjadi di alam ini yang luput dari pengetahuan Allah dan tidak tertulis di Lauhmahfuz.

Ditakhrijkan oleh Al Hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Abu Hasan bahwa telah datang dua orang kepada Aisyah, mengatakan, bahwa Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda: "Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata, dan rumah". Aisyah menjawab; "Demi Tuhan Yang menurunkan Alquran kepada Abu Qasim saw, tidak pernah ia mengatakan yang seperti ini, ia hanya pernah mengatakan: "Orang-orang Arab Jahiliah dahulu mengatakan, 'Nasib itu hanyalah ditentukan oleh wanita, binatang melata dan rumah'". Kemudian `Aisyah membaca ayat ini. Ayat ini memperingatkan sebahagian kaum muslimin yang masih percaya kepada tenung, suka meminta sesuatu kepada kuburan yang dianggap keramat, menanyakan sesuatu yang akan terjadi kepada dukun dan sebagainya. Hendaklah mereka hanya percaya kepada Allah saja, karena hanyalah Dia yang menentukan segala sesuatu. Mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang lain selain dari kekuatan Allah termasuk memperserikatkan Nya dengan makhluk ciptaan Nya dan berarti tidak percaya kepada tauhid rububiyah yang ada pada Allah.

Pada ayat 23 ini Allah SWT menyatakan sebab Dia mengatakan seperti tersebut ayat di atas yaitu menetapkan segala sesuatu peristiwa atau kejadian sebelum wujudnya, agar manusia bersabar menerima cobaan Allah. Cobaan Allah itu adakalanya berupa kesengsaraan dan malapetaka, adakalanya berupa kesenangan dan kegembiraan. Karena itu janganlah terlalu bersedih hati menerima kesengsaraan dan malapetaka yang menimpa diri, sebaliknya jangan pula terlalu bersenang hati dan bergembira menerima Sesuatu yang menyenangkan hati. Sikap yang paling baik ialah bersabar menerima bencana dan malapetaka yang menimpa serta bersyukur kepada Allah atas setiap menerima nikmat yang dianugerahkan-Nya. Ayat ini bukanlah maksudnya melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati, tetapi maksudnya ialah melarang kaum Muslimin bergembira dan bersedih hati dengan berlebih-lebihan. Berkata 'Ikrimah: "Tidak ada seorang pun melainkan ia dalam keadaan sedih dan gembira, tetapi hendaklah ia menjadikan kegembiraan itu sebagai tanda bersyukur kepada Allah dan kesedihan itu sebagai tanda bersabar".

Kesimpulan dari ayat diatas adalah:

Bahwa orang yang terlalu gembira menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya dan terlalu bersedih hati menerima bencana yang menimpanya adalah orang yang pada dirinya terdapat tanda-tanda bakhil dan angkuh, seakan-akan ia hanya memikirkan kepentingan dirinya saja. Dan Allah SWT menyatakan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang mempunyai sifat-sifat bakhil dan angkuh itu.

5.Surah AN NISA : 78-79

78. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan:` Ini adalah dari sisi Allah `, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:` Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad) `. Katakanlah:` Semuanya (datang) dari sisi Allah `.Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”(QS. 4:78)

79. “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”(QS. 4:79)

Pada ayat 78 ini Allah menerangkan bahwa maut (mati) itu adalah suatu hal yang pasti datangnya tidak seorangpun yang daPada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.pat lepas dari padanya di manapun dia berada meskipun berlindung di dalam benteng yang kokoh kuat.

Pada ayat 79 ini Allah menegaskan lagi dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah dan malapetaka yang menimpa seseorang itu hendaklah pula dikatakan datangnya dari dirinya sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain apakah dia saudara, sahabat dan tetangga.

Pada ayat sebelumnya, telah dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan penakut melakukan protes dan meminta penundaan ketika diperintah untuk jihad. Hal itu dilakukan dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini menyebutkan bahwa ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.

Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.

Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi kalian. Sebaliknya, bila kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka Allah Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.

Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi dingin dan gelap.

Dari itulah, dapat dikatakan bahwa cahaya bumi dari matahari, sementara kegelapannya berasal dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di mana saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya. Apabila ia membelakangi Tuhan, maka ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih, sementara orang-orang yang berjiwa sakit tidak dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima. Karena mereka menganggap dirinya sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.

Dari dua ayat dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1.Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?

2.Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan untuk lari dari tanggung jawab.

3.Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.

4.Dalam perspektif ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.

5.Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan tertentu. (IRIB Indonesia)

6.Surah AL MUNAFIQUN : 11

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.(QS. 63:11)

Pada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak akan menunda kematian seseorang apabila telah sampai ajalnya. Oleh karena itu bersiap siaplah untuk menghadapi maut itu.

7. Surah AL FURQAN : 2

Aartinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya

Tafsir mufradatnya:

Alladzii laHuu mulkus samaawaati wal ardli wa lam yattakhidz waladaw walam yakullaHuu syariikun fil mulki (“Yang kepunyaan-Nya lah segala kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya.”) Allah sucikan diri-Nya dari memiliki anak dan sekutu. Lalu Dia mangabarkan bahwa Dia, khalaqa kullu syai-in faqaddaraHuu taqdiiran (“Telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”) artinya, segala sesuatu selain Dia adalah makhluk [yang diciptakan] dan marbub [yang berada di bawah kekuasaan-Nya]. Dia lah pencipta segala sesuatu, Rabb, Raja dan Ilahnya. Sedangkan segala sesuatu berada di bawah kekuasaan aturan, tatanan dan takdir-Nya.

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. 3. kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak Kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak Kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (al- Furqaan: 2-3)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang kejahilan orang-orang musyrik yang menjadikan ilah-ilah selain Allah, padahal Dia lah pencipta segala sesuatu, Pemilik seluruh perkara serta Rabb, dimana apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Disamping itu mereka pun beribadah kepada-Nya dan juga menyembah berhala-berhala yang tidak mampu menciptakan satu potong sayap nyamuk pun. Bahkan mereka adalah para makhluk yang diciptakan, yang tidak memiliki kekuasaan untuk menolak suatu bahaya dari dirinya serta tidak pula mendatangkan suatu manfaat. Maka bagaimana mungkin mereka dapat menguasai hamba-hamba mereka?

Wa laa yamlikuuna mautaw walaa hayaataw walaa nusyuuran (“Dan mereka tidak kuasa [pula] mematikan, menghidupkan dan tidak [pula] membangkitkan.”) artinya mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap semua itu.

Bahkan seluruhnya kembali kepada Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dia lah Rabb yang menghidupkan kembali seluruh makhluk, dari manusia yang pertama hingga manusia yang terakhir pada hari kiamat. Seperti firman-Nya:

Wa maa amrunaa illaa waahidatun kalamhim bil bashari (“Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.”)(al-Qamar: 50). Dia lah Allah Yang tidak ada Ilah [yang berhak diibadahi] selain-Nya, tidak ada Rabb selain Dia dan tidak layak ibadah dipersembahkan kecuali hanya kepada-Nya. karena apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak ada. Dia lah Rabb yang tidak memiliki anak, tidak memiliki orang tua, tidak memiliki tandingan, wakil, pembantu atau yang serupa, bahkan Dialah yang Mahaesa, tempat bergantung yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada yang serupa dengan-Nya.

8. Surah ‘ABASA : 23

Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,(QS. 80:23)

Ayat 23 memperingatkan seluruh manusia: Sekali-kali jangan! Yakni jangan angkuh dan jangan kafir! Atau "Hati-hatilah!" Ayat 23 menjelaskan sebabnya, yakni karena dia belum menuntaskan tugasnya yang diperintahkan Allah sejak dia mukallaf/ dewasa sampai kematiannya.

9. Surah AR RA’D : 26

Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).(QS. 13:26)

Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hamba-Nya itu adalah berdasarkan hikmah-Nya serta pengetahuan-Nya tentang masing-masing hamba- Nya itu. Allah menganugerahkan rezeki yang banyak kepada hamba-Nya yang kafir kepada-Nya. Dan sebaliknya, kadang Allah menyempitkan rezeki bagi hamba yang beriman kepada-Nya untuk menambah pahala yang kelak akan mereka peroleh di akhirat.

10. Surah AL QAMAR : 49

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. 54:49)

Ayat ini menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Tuhan, diciptakan Nya menurut kehendak dan ketentuan Nya disesuaikan dengan hukum-hukum yang ditetapkan Nya untuk alam semesta ini, yang terkenal dengan

sunatulkaun (undang-undang alam) Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya

Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (Q.S. Al-Furqan: 2) dan sesuai pula dengan ayat:

Artinya:
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, d an menyempurnakan (ciptaan Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Q.S. Al-A'la: 1-3)


Daftar Pustaka

Hidayat,Komarudin, Berdamai dengan Kematian, (Jakarta Selatan: PT Mizan Publika, 2009), cet.1

Al Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasqyi, Tafsir Al-Qur’anul Adzim diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dkk, (Bandung: Sinar Baru Algresindo,2000) cet. 1

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar dan Hery Noer Aly (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,1993),cet.2

Yusuf Ali, The Holy Qur’an diterjemahkan oleh Ali Audah (Jakarta: PT Pustaka Utara Antar Nusa,2000), cet.3

Abi Fadil Sihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Ruh’ul Ma’ani,

(Beirut: Dar’ al-Kitab al-Ilmiyati,1422 H/2001 M)

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2005), cet. 4

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk, (Jakarta:

Gema Insani Pres, 2003), cet. 1

Total comment

Author

Muhajir Abu Bakar

0   komentar

Cancel Reply